Wednesday, November 27, 2013

Dampak globalisasi dalam sosial budaya


Globalisasi mengubah bentuk kehidupan keseharian kita secara mendasar.
1) Meningkatnya Induvidualisme
Dulu, kesempatan individu untuk menentukan dirinya sendiri dibatasi masyarakatnya, entah leh tradisi maupun oleh kebiasaan-kebiasaan yan berlaku. Di era globalisasi ini, kesempatan individu untuk mengatur dan menentukan yang terbaik bagi dirinya sendiri sangat terbuka lebar.
2) Pola Kerja
Pekerjaan-pekerjaan mengarah ke era perekonomian berbasis pengetahuan. Orang-orang sudah tidak mengandal kerja penuh di kantor, tetapi part time job. Perempuan telah masuk dunia kerja.
3) Kebudayaan Pop
Citra, gagasan, dan gaya hidup baru menyebar dengan begitu cepat keseluruh pelosok dunia lebih daripada sebelumnya.
Dampak Globalisasi dalam bidang Sosial Budaya :
Semakin bertambah globalnya berbagai nilai budaya kaum kapitalis dalam masyarakat dunia. Merebaknya gaya berpakaian barat di negara-negara berkembang. Menjamurnya produksi film dan musik dalam bentuk kepingan CD/ VCD atau DVD.
Dampak positif Globalisasi :
1. Mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan
2. Mudah melakukan komunikasi
3. Cepat dalam bepergian ( mobili-tas tinggi )
4. Menumbuhkan sikap kosmopo-litan dan toleran
5. Memacu untuk meningkatkan kualitas diri
6. Mudah memenuhi kebutuhan
Dampak negatif Globalisasi:
1. Informasi yang tidak tersaring
2. Perilaku konsumtif
3. Membuat sikap menutup diri, berpikir sempit
4. Pemborosan pengeluaran dan meniru perilaku yang buruk
5. Mudah terpengaruh oleh hal yang berbau barat
Pengaruh globalisasi sosial dan budaya.
Globalisasi dapat memperluas kawasan budaya. Globalisasi dapat timbulkan dampak negative. Akibat dari pengaruh globalisasi:
1. Disorientasi, dislokasi atau krisis social-budaya dalam masyarakat.
2. Berbagai ekspresi social budaya asing yang sebenarnya tidak memiliki basis dan preseden kulturalnya.
3. Semakin merebaknya gaya hidup konsumerisme dan hedonisme.
Sisi negative globalisasi budaya:
1. Akibatkan erosi budaya
2. Lenyapnya identitas cultural nasional dan local
3. Kehilangan arah sbg bangsa yang memiliki jati diri.
4. Hilangnya semangat nasionalisme dan patriotisme
5. Cenderung pragmatisme dan maunya serba instant.

Bahaya merokok bagi wanita


Jumlah perokok Indonesia sekitar 60 juta dan jumlah perokok perempuan di perkirakan 2,1 juta. Sejauh ini memang lebih banyak pria, tapi tiap tahun jumlah perokok wanita terus meningkat.
Prevalensi jumlah perokok perempuan pada tahun 2001 adalah 1,3 persen dan naik menjadi 4,5 persen pada tahun 2004, menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional 2004 dalam Fakta Tembakau Indonesia. Tahun ini diperkirakan 5 persen perempuan di Indonesia yang merokok.
Makin tingginya jumlah wanita perokok tentu memprihatikan. Menurut Menteri Kesehatan, Endah Rahayu, hal itu disebabkan antara lain oleh kampanye pencitraan dari industri tembakau. Karena itu tema peringatan Hari Anti Tembakau Sedunia tahun ini mengambil tema Perempuan dan Masalah Merokok.
Selain menjadi perokok aktif, ternyata jauh lebih banyak wanita yang menjadi perokok pasif. Diperkirakan 65,6 juta wanita dan 43 juta anak-anak di Indonsia terpapar asap rokok. Hal ini terjadi karena 91 persen perokok merokok di rumah, tidak jauh dari istri dan anak-anak. Padahal, bahaya perokok pasif sama dengan perokok aktif.
Seorang wanita akan menjadi calon ibu. Bayi yang lahir dari ibu perokok beresiko mengalami cacat janin, berat badan lahir rendah, bahkan gangguan jiwa. Rokok mengandung ribuan racun yang dapat mengancam keselamatan janin, karena itu ibu yang merokok saat hamil sama dengan meracuni janin dengan sengaja.
Merokok juga menjadi pemicu berbagai penyakit, seperti kanker paru, kanker mulut rahim, serangan jantung, atau asma. Penelitian menunjukkan, wanita perokok yang menggunakan pil KB beresiko terkena serangan jantung, stroke, dan penyumbatan pembuluh darah 10 kali lebih besar dari yang bukan perokok.
Kebiasaan merokok kerap disepelekan, padahal bahaya yang ditimbulkan oleh rokok sangat nyata. Oleh karena itu, kini saatnya untuk keluar dari jeratan asap, baik sebagai perokok aktif juga pasif.(kompas).

5 negara tanpa UN

Berikut negara – negara maju yang ternyata tidak menerapkan ujian nasional pada sistem pendidikannya…
1. Finlandia
Finlandia sebagai negara dengan system pendidikan termaju di dunia tidak mengenal yang namanya Ujian Nasional. Evaluasi mutu pendidikan sepenuhnya dipercayakan kepada para guru sehingga negara berkewajiban melatih dan mendidik guru guru agar bisa melaksanakan evaluasi yang berkualitas. Setiap akhir semester siswa menerima laporan pendidikan berdasarkan evaluasi yang sifatnya personal dengan tidak membandingkan atau melabel para siswa dengan peringkat juara seperti yang telah menjadi tradisi pendidikan kita. Mereka sangat meyakini bahwa setiap individu adalah unik dan memiliki kemampuan yang berbeda beda.
Di Finlandia profesi guru adalah profesi yang paling terhormat. Dokter justru berada dibawah peringkat guru.
2. Amerika
Amerika yang terdiri dari banyak negara bagian ternyata tidak pernah menyelenggarakan UN atau ujian negara secara nasional.
Walaupun ada ujian yang diselenggarakan oleh masing-masing state (negara bagian), namun tidak semua sekolah diwajibkan mengikuti ujian negara bagian. Tiap negara bagian juga mempunyai materi ujian-masing masing.
Sekolah-sekolah tetap boleh menyelenggarakan ujian sendiri dan menentukan kelulusannya sendiri..
Semua lulusan, baik lulusan yang disenggarakan oleh sekolahnya sendiri atau lulus ujian yang diselenggarakan negara bagian, tetap boleh mengikuti ujian mauk ke college ataupun universitas asal memenuhi persyaratan dan lulus tes masuk.
Logika pendidikan yang digunakan yaitu: Kualitas pendidikan ditentukan oleh individu masing-masing kelulusan. Walaupun Si A lulusan dari SMA pinggiran yang tidak terkenal, kalau dia lulus tes masuk ke Universitas Harvard, maka diapun akan diterima di universitas tersebut.Jadi masalah kualitas ditentukan oleh individu (individual quality).
Pakar pendidikan dari Columbia University, Linda Hammond (1994)
Berpendapat bahwa nasionalisasi ujian sekolah tidak bisa memberi kreativitas guru. Sekolah tidak bisa menciptakan strategi belajar sesuai dengan perbedaan kondisi sosial, ekonomi, budaya, serta kemajuan teknologi. Sistem pendidikan top down oriented, tak bisa menjawab masalah yang ada di daerah-daerah berbeda.
3. Jerman
Jerman tidak mengenal ujian nasional. Kebijaksanaan yang diutamakan adalah membantu setiap peserta didik dapat berkembang secara optimal, yaitu dengan:
(1) menyediakan guru yang profesional, yang seluruh waktunya dicurahkan untuk menjadi
pendidik;
(2) menyediakan fasilitas sekolah yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan penuh kegembiraan dengan fasilitas olahraga dan ruang bermain yang memadai dan ruang kerja guru;
(3) menyediakan media pembelajaran yang kaya, yang memungkinkan peserta didik dapat secara terus-menerus belajar melalui membaca buku wajib, buku rujukan, dan buku bacaan, (termasuk novel), serta kelengkapan laboratorium dan perpustakaan yang memungkinkan peserta didik belajar sampai tingkatan menikmati belajar;
(4) evaluasi yang terus-menerus, komprehensif dan obyektif.
Melalui model pembelajaran yang seperti inilah, yaitu peserta didik setiap saat dinilai tingkah lakunya,
kesungguhan belajarnya, hasil belajarnya, kemampuan intelektual, partisipasinya dalam belajar yang menjadikan sekolah di Jerman mampu menghasilkan rakyat yang beretos kerja tinggi, peduli mutu, dan gemar belajar.
Mereka setiap hari belajar selalu mendapat tugas dari semua mata pelajaran yang proses maupun hasilnya dinilai dan nilai-nilai ini memengaruhi nilai akhir semester dan seterusnya.
4. Kanada
Di Kanada tidak ada Ujian Nasional karena dianggap tak bermanfaat untuk kemajuan pendidikan di negara iti. Untuk kontrol kualitas di Kanada terdapat penjaminan mutu pendidikan yang kontrolnya sangat kuat. Lembaga penjamin mutu ini benar-benar bekerja secara ketat dari pendidikan dasar hingga menengah. Sehinga murid yang akan masuk ke perguruan tinggi cukup dengan rapor terakhir.
Di Kanada, perguruan tinggi tidak sulit lagi untuk menerima murid darimana pun sekolahnya. Karena standar sekolah di sana sudah sesuai dengan standar perguruan tinggi yang akan dimasuki setiap lulusan sekolah.
Kebalikan dengan di Indonesia, perguruan tinggi banyak yang tidak percaya dengan lulusan sekolah menengah. Saling tidak percaya standar ini yang menyebabkan pemborosan keuangan negara karena harus menyelenggarakan UN dan ujian mandiri.
5. Australia
Di Negara Australia ini, ujian nasional tidak dilaksanakan bahkan tidak dikenal sama sekali, melainkan ujian state. Ujian ini tidak menentukan lulus tidaknya para peserta didik, namun untuk menentukan kemana siswa tersebut akan melanjutkan pendidikan. Berapapun nilai yang didapatkan oleh siswa dari ujian tersebut tetap dinyatakan lulus. Nilai nol pun tetap dinyatakan lulus, namun kelulusan tersebut tidak ada gunanya. Berarti siswa tersebut akan sangat sulit untuk melanjutkan pendidikannya.

Penyebab tawuran


Tawuran antar pelajar selalu menjadi agenda perbincangan setiap tahunnya, masalah ini bukan perkara baru, dan jangan dianggap perkara yang remeh. Padahal kalau kita kaji masalah tawuran antar pelajar akan membawa dampak panjang, bukan hanya bagi pelajar yang terlibat, namun juga untuk keluarga, sekolah serta lingkungan masyarakat di sekitarnya.
Tawuran antara pelajar saat ini sudah menjadi masalah yang sangat mengganggu ketertiban dan keamanan lingkungan di sekitarnya. Saat ini, tawuran antar pelajar sekolah tidak hanya terjadi di lingkungan atau sekitar sekolah saja, namun terjadi di jalan-jalan umum, tak jarang terjadi pengrusakan fasilitas publik. Penyimpangan pelajar ini menyebabkan pihak sekolah, guru dan masyarakat yang melihat pasti dibuat bingung dan takut bagaimana untuk mererainya, sampai akhirnya melibatkan pihak kepolisian. 
Hal ini tampak beralasan karena senjata yang biasa dibawa oleh pelajar-pelajar yang dipakai pada saat tawuran bukan senjata biasa. Bukan lagi mengandalkan keterampilan tangan, tinju satu lawan satu. Sekarang, tawuran sudah menggunakan alat bantu, seperti benda yang ada di sekeliling (batu dan kayu) mereka juga memakai senjata tajam layaknya film action di layar lebar dengan senjata yang bisa merenggut nyawa seseorang. Contohnya, samurai, besi bergerigi yang sengaja dipasang di sabuk, pisau, besi.
Penyimpangan seperti tawuran antar pelajar, menjadi kerusuhan yang dapat menghilangkan nyawa seseorang tidak bisa disebut sebagai kenakalan remaja, namun sudah menjadi tindakan kriminal. Yang menjadi pertanyaan, adalah bagaimana bisa seorang pelajar tega melakukan tindakan yang ekstrem sampai menyebabkan hilangnya nyawa pelajar lain hanya karena masalah-masalah kecil? 
Tawuran antar pelajar bisa terjadi antar pelajar sesama satu sekolah, ini biasanya dipicu permasalahan kelompok, cenderung akibat pola berkelompok yang menyebabkan pengkelompokkan berdasarkan hal-hal tertentu. Misalnya, kelompok anak-anak nakal, kelompok kutu buku, kelompok anak-anak kantin, pengkelompokan tersebut lebih akrab dengan sebutan Gank. Namun, ada juga tawuran antar pelajar yang terjadi antara dua kelompok beda sekolah.
Contoh kasus dalam tawuran antar pelajar dapat disebabkan oleh banyak faktor, beberapa contoh di antaranya, yaitu:
Tawuran antar pelajar bisa terjadi karena ketersinggungan salah satu kawan, yang di tanggapi dengan rasa setiakawan yang berlebihan.
Permasalahan yang sudah mengakar dalam artian ada sejarah yang menyebabkan pelajar-pelajar dua sekolah saling bermusuhan.
Jiwa premanisme yang tumbuh dalam jiwa pelajar.Untuk mengkaji lebih jauh permasalahan tawuran antar pelajar, kita bisa mengkaji terlebih dahulu mengenai penyebab tawuran antar pelajar dari tiga poin diatas.
Tawuran Antar Pelajar Akibat Rasa Setia Kawan yang Berlebihan
Rasa setia kawan atau lebih dikenal dengan sebutan rasa solidartas adalah hal yang lumrah atau biasa kita temukan dalam kehidupan, misalkan dalam persahabatan rasa setiakawan akan menjadi alasan mengapa persahabatan bisa menjadi kuat. Ia bisa menjadi indah ketika ditempatkan dalam porsi yang pas dan seimbang.
Namun, rasa setia kawan yang berlebihan akan menyebabkan hal yang buruk, salah satunya adalah mengakibatkan tawuran antar pelajar. Mungkin dari kita pernah mendengar tawuran antar pelajar yang dipicu karena ketersingguhan seorang siswa yang tersenggol oleh pelajar sekolah lain saat berpapasan di terminal, atau masalah kompleks lainnya. Misalkan, permasalahan pribadi, rebutan perempuan, dipalak dan lain sebagainya.
Pemahaman arti sebuah persahabatan memang perlu dipahami oleh masing-masing individu pelajar itu sendiri. Tawuran antar pelajar yang diakibatkan karena rasa setiakawan harus segera dihentikan, karena hal ini akan memicu kawan-kawan yang lain untuk mendapatkan hak atau perlakuan yang sama pada waktu mengalami masalah.
Ini dapat menjadikan pelajar malas dalam menyelesaikan masalah dirinya sendiri, tanpa mau menyelesaikannya sendiri dan cenderung tidak berani bertanggung jawab. Menjadi ketergantungan dan akan menimbulkan dampak yang negatif bagi perkawanan itu sendiri.
Tawuran antar pelajar akibat sejarah permusuhan dengan sekolah lainKadang permasalahan tawuran antar pelajar dipicu pula dengan adanya sejarah permusuhan yang sudah ada dari generasi sebelumnya dengan sekolah lain, beredarnya cerita-cerita yang menyesatkan, bahkan memunculkan mitos berlebihan membuat generasi berikutnya, terpicu melakukan hal yang sama. 
Contohnya, sebut saja sekolah A dengan sekolah B adalah musuh abadi, dimana masing-masing sekolah akan melakukan hal yang antipati terhadap sekolah lain. Biasanya, akan ada pelajar yang menjadi perbincangan, semacam tokoh bagi sekolahnya, karena kehebatannya pada waktu berkelahi.
Dalam permasalahan tawuran antar pelajar yang dipicu karena permasalahan ini, perlu adanya pendekatan khusus, yang memasukkan program kerja sama dengan sekolah tersebut. Peranan sekolah dan guru memegang peranan penting.
Ironisnya, sebuah pertandingan persahabatan. Misalnya, olahraga. Kadang memicu sebuah permusuhan dan perkelahian. Hal ini akhirnya menuntut kecerdasan dan ketelitian pihak penyelenggara dalam mengemas sebuah acara.
Tawuran Antar Pelajar Akibat Jiwa Premanisme
Premanisme bukan istilah yang asing lagi. Premanisme yang berasal dari kata “preman” adalah sebutan orang yang cenderung memakai kekerasan fisik dalam menyelesaikan permasalahannya. Kemenangan di ukur karena kekuatan fisiknya bukan intelektualitas. Premanisme bertolak belakang dengan jiwa seorang pelajar, yang dituntut kecerdasan berpikir, kecerdasan mengelola emosi, dll. 
Jiwa premanisme dalam jiwa pelajar dapat dihilangkan karena dia tidak semerta merta muncul begitu saja, ia disebabkan oleh sesuatu hal. Oleh karenanya, kita perlu mengetahui faktor penyebab sikap premanisme dalam diri pelajar. Faktor di luar diri pelajar adalah faktor yang kental dapat mempengaruhi ke dalam. Beberapa contohnya adalah:
Tayangan-tayangan di televisi, baik film ataupun liputan berita yang menceritakan atau sengaja mengekspose tema-tema kekerasan dapat mempengaruhi psikis remaja.
Kekerasan yang terjadi di rumah. Kekerasan yang dimaksud bukan hanya individu pelajar saja yang menjadi korban kekerasan namun kekerasan yang terjadi pada satu anggota keluarganya, dapat mempengaruhi psikis individu. Hal ini yang akan menyebabkan trauma atau kekerasan beruntun yang diakibatkan karena menganggap kekerasan adalah hal yang wajar.
Acara awal tahun, orientasi sekolah adalah acara di mana pelajar baru diwajibkan mengikuti kegiatan ini. Kegiatan yang pada dasarnya adalah untuk memahami dan mengenali sekolah, kegiatan serta untuk lebih kenal kawan-kawannya malah cenderung disalah gunakan oleh senior untuk ajang balas dendam dari apa yang pernah ia terima pada waktu yang sama menjadi junior, pola-pola yang dipakai cenderung dengan pola militer. Hal inilah yang menyebabkan kekerasan dalam dunia pendidikan. Pola yang menjadi semacam suntikan yang terus diturunkan oleh setiap generasi. Agar terhindar dari pola yang berlebihan, diperlukan adanya pengawasan dari pihak sekolah dan turunnya langsung pengajar dalam kegiatan ini. Kedisiplinan berbeda dengan kekerasan, hal ini seharusnya menjadi tantangan setiap panitia kegiatan dalam mengemas ide, gagasan acara pada waktu perkenalan sekolah, menjadi sesuatu yang inofatif, kreatif sehingga diharapkan lambat laun sikap premanisme akibat perpeloncoan akan menjadi cara kuno dan tidak menarik lagi.
Dari ketiga faktor penyebab tersebut, kita bisa mendapatkan bayangan atau solusi yang terbaik seperti apa dan bagaimana melakukan proses penyelesaiannya. Walaupun permasalahan tawuran antar pelajar memang bukan hal sepele yang bisa langsung diselesaikan, namun diperlukan adanya proses berkelanjutan, kesadaran dan kerja sama dengan semua pihak, bukan hanya sekolah, orangtua, masyarakat dan penegak hukum, tapi juga kesadaran pemahaman pelajar sebagai seorang individu, sebagai generasi muda yang penuh dengan tanggung jawab.
Ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi dari paparan di atas, yaitu: “Pemahaman” bagaimana seorang pelajar disaat sedang mengalami pencarian identitas, cenderung sangat mudah labil. Dan kelabilan inilah yang ahirnya tawuran antar pelajar terjadi.Ada beberapa cara yang efektif untuk mencegah sebelum tawuran antar pelajar terjadi, misalkan dengan:
Membuat dan memfasilitasi ruang-ruang kegiatan yang positif.
Memberikan kebebasan berpendapat dan berekspresi dan tetap adanya kontrol dari pihak-pihak yang berkaitan khususnya orang-orang terdekat, mencoba lebih terbuka dan mengenali serta memberikan solusi yang positif ketika remaja sedang mengalami emosi.
Sikap optimis dan kepercayaan terhadap pelajar perlu ditumbuhkan kembali, sehingga suatu saat kita tidak akan mendengar lagi berita atau kabar mengenai kejadian tawuran antar pelajar di negeri kita ini, yang ada kita bangsa Indonesia dipenuhi kabar berita tentang pelajar-pelajar yang produktif, kritis, mampu menjadi juara dalam berbagai bidang, baik berupa kompetisi pengetahuan dan ilmu pengetahuan. 
Sudah saatnya generasi muda membuktikan potensi dalam dirinya, dan sudah menjadi tugas kewajiban orang tua, sekolah, masyarakat dan pihak-pihak yang terkait untuk mencegah terjadinya bentuk-bentuk penyelewengan pelajar, terutama permasalahan yang membuat was-was menjadi sebuah tindakan kriminal, tawuran antar pelajar
SUMBER: WWW.ANNEAHIRA.COM 

Kemiskinan semakin merajalela


Miskin bukanlah kutukan. Kemiskinan juga bukan karena mereka malas, tak mau kerja keras, atau tak memiliki etos kerja. Kemiskinan di negara ini lebih karena faktor struktur eksploitatif yang dibuat oleh manusia, baik struktur ekonomi, sosial, politik, maupun budaya.
Struktur inilah yang menyebabkan masyarakat miskin sulit terlepas dari jeratan kemiskinannya. Meskipun mereka bekerja keras membanting tulang sepanjang hari, memeras keringat sepanjang hidup, karena struktur yang tidak adil, mereka tetap saja terkurung dalam kemiskinan. Bahkan, kemiskinan ini menurun kepada anak cucu mereka.
Pemerintah sebenarnya sadar dan mengerti. Untuk melepas belenggu kemiskinan, cara yang paling efektif adalah mengubah struktur eksploitatif secara mendasar. Namun, hal itu tak kunjung dilakukan dan pemerintah sepertinya membiarkan mereka dalam kemiskinan.
Di perkotaan, misalnya, upah buruh dibiarkan sangat rendah sehingga buruh tetap miskin dan tak berdaya. Menyadari kelompok miskin umumnya memiliki keterbatasan modal, kemampuan kewirausahaannya lemah, inferior dalam produk, dan posisi tawarnya rendah, dikembangkan model-model outsourcing hampir di semua bidang usaha, dan pemerintah tak berupaya serius mengatasi persoalan ini.
Di pedesaan lebih gawat lagi. Sumber kehidupan masyarakat dirampas untuk kepentingan pertambangan, perkebunan, transportasi, dan berbagai infrastruktur lainnya yang semuanya memihak pemodal kuat. Sulit mencari contoh, misalnya, kegiatan pertambangan yang menyejahterakan masyarakat sekitar. Tidak mudah pula menunjukkan contoh penebangan hutan yang setelah hutannya habis, kemudian masyarakat sekitar menjadi lebih sejahtera.
Lebih parah lagi, sumber kehidupan masyarakat miskin yang masih tersisa tak kunjung dibenahi. Salah satu pembicara seminar mengatakan, selama puluhan tahun pemerintah tak serius mengupayakan produktivitas tanaman padi.
Padahal, meningkatkan produktivitas tanaman padi merupakan salah satu langkah paling realistis untuk meningkatkan kesejahteraan petani di tengah lahan pertanian yang semakin menyempit karena digunakan untuk permukiman, industri, dan pembangunan infrastruktur.
Kemiskinan yang tetap membelenggu juga menyebabkan masih tingginya angka putus sekolah, tingginya kasus gizi buruk dan gizi kurang, serta tingginya angka kematian ibu dan bayi. Angka putus sekolah, misalnya, saat ini masih sekitar 527.000 atau sekitar 1,7 persen siswa sekolah dasar yang putus sekolah.
Di sisi lain, masyarakat miskin juga menghadapi persoalan mahalnya biaya pendidikan, kesehatan, dan biaya hidup sehari-hari. Masyarakat miskin yang mau beranjak dari belenggu kemiskinan harus pula menghadapi ganasnya gempuran liberalisme dan kapitalisme yang menusuk hingga ke jantung pedesaan.
Bersifat karitatif
Pemerintah selama ini bukannya tak melakukan upaya pemberantasan kemiskinan. Namun, upaya yang dilakukan lebih berupa program kemiskinan, tetapi bukan strategi dan kebijakan pengentasan warga dari kemiskinan. Lima program unggulan pengentasan warga miskin yang dilakukan pemerintah pun tidak menyasar langsung akar atau penyebab kemiskinan, tetapi lebih bersifat karitatif atau memberikan ”kasih sayang” kepada masyarakat miskin. Karena itu, hasilnya pun tak efektif.
Inpres Desa Tertinggal (IDT), bantuan langsung tunai (BLT), pembagian beras untuk rakyat miskin (raskin), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), dan sejumlah kegiatan lainnya sudah dilakukan pemerintah. Namun, karena itu, kegiatannya lebih bersifat karitatif, jumlah penduduk miskin tak kunjung berkurang signifikan di negeri ini. Padahal, dana yang dikucurkan untuk mengentaskan warga dari kemiskinan tidaklah sedikit.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dan Menko Kesra, anggaran untuk pengentasan warga dari kemiskinan naik setiap tahun, bahkan kenaikannya cukup spektakuler. Tahun 2004, misalnya, anggaran kemiskinan sekitar Rp 16,7 triliun, tahun berikutnya naik menjadi Rp 23 triliun, dan tahun 2006 naik menjadi Rp 42 triliun. Tahun berikutnya berturut-turut naik menjadi Rp 51 triliun (2007), Rp 63 triliun (2008), Rp 66 triliun (2009), dan tahun 2010 melonjak menjadi Rp 94 triliun.
Namun, lonjakan anggaran ini tidak disertai dengan penurunan angka kemiskinan yang signifikan. Jumlah penduduk miskin pada kurun waktu yang sama 16,7 persen (2004), lalu turun menjadi 16 persen (2005), naik lagi menjadi 17,8 persen (2006), kemudian turun 16,6 persen (2007), 15,4 persen (2008), 14,2 persen (2009), dan terakhir sekitar 13,3 persen (2010).
Penurunan ini jauh sangat lambat dibandingkan dengan China. Tahun 1990, jika menggunakan angka kemiskinan absolut 1 dollar AS per kapita per hari, saat itu di China jumlahnya 31 persen, sedangkan di Indonesia ”hanya” 26 persen. Kini angka kemiskinan absolut di China tinggal 6,1 persen, sedangkan di Indonesia 5,9 persen. Bisa dikatakan, kini hampir sama 6 persen, tetapi China bergerak dari angka kemiskinan absolut yang jauh lebih tinggi.
Jika menggunakan patokan 2 dollar AS per hari, penurunan angka kemiskinan di China lebih pesat lagi, yakni dari 70 persen menjadi 21 persen, sedangkan di Indonesia dari 71 persen menjadi 42 persen.
Melihat angka-angka ini, tentu ada yang keliru dalam strategi pengentasan warga dari kemiskinan di Indonesia. Karena itu, sudah saatnya berbagai langkah pengentasan warga miskin ini dievaluasi agar bisa dihasilkan strategi nyata pengentasan warga miskin, antara lain dengan menggempur akar-akar kemiskinan hingga tuntas. Jika tak dievaluasi, bisa muncul tudingan bahwa kemiskinan di Indonesia memang sengaja dieksploitasi untuk berbagai kepentinga

Melongok Kehidupan di Kolong Jembatan

SIANG itu matahari tepat berada di atas kepala. Sinarnya terasa sangat menyengat pori-pori kulit. Sepertinya hal ini tidak dirasakan orang-orang yang tinggal di kolong jembatan Guntur, Manggarai, Jakarta Selatan. Dari kejauhan mereka tampak santai menikmai waktu beristirahat. Ada yang terlihat sedang menyerok sampah dan ada pula anak-anak yang meloncat dari kolong jembatan untuk berenang di kali yang airnya berwarna kecoklatan.
Cukup sulit untuk menjangkau kolong jembatan itu. Jalan setapak yang menurun di pinggir Proyek Banjir Kanal itu harus dilalui terlebih dahulu, baru kemudian tampak bangunan ala kadarnya di antara pondasi-pondasi beton yang berdiri kokoh. Suasana tampak tidak teratur dengan banyak sampah-sampah plastik. Sebanyak 13 keluarga hidup di kolong jembatan.
Mereka hidup di bawah deru kendaraan bermotor yang melintasi jembatan, kesulitan air bersih, tanpa lampu penerangan, dan berkawan nyamuk pada malam hari.
***
SENTIMEN miring mengenai sikap dan perilaku orang-orang kolong jembatan tidak terbukti di sini. Suasana santai dan ramah mereka hadirkan menyambut siapa saja yang ingin melihat ataupun sejenak merasakan bagaimana tinggal di kolong jembatan. Dulu pernah ada mahasiswa UI datang ke sini membuat tugas dari kampusnya. Kita mah terbuka aja, kan mereka disuruh dosennya, ujar Dargo, 35.
Dargo, pria berambut lurus berwajah tirus dengan kacamata berwarna merah pudar ala John Lennon ini, sudah tinggal delapan tahun di kolong jembatan Guntur. Sejak putus sekolah Kelas V SD, Dargo pergi ke Jakarta merasakan kerasnya hidup di jalanan. Saya nggak pengen nyusahin orang tua, katanya sambil sesekali mengisap rokok. Tidak ada kecanggungan baginya menceritakan pengalaman hidup.
Yang terpenting bagi mereka adalah sikap sopan. Mereka akan menyambut siapa saja yang datang dengan niat baik. Kalo mereka pengen menanyakan tentang kehidupan kita yang sebenarnya, akan kita ceritain, ujar Darta, 52. Cara bicara Bang Darta --panggilan akrabnya-- terlihat tenang, teratur, dan kadang-kadang terselip sedikit petuah-petuah kehidupan. Melihat hal itu, tidak disangka kalau Bang Darta tidak pernah mengenyam bangku pendidikan.
Sejak umur delapan tahun pria yang sudah menikah dua kali ini pergi ke Jakarta meninggalkan kota asalnya Brebes, Jawa Tengah. Hingga usia belasan tahun dia bekerja sebagai kuli bangunan. Asam-garam hidup telah banyak ia reguk. Baginya semua kehidupan bergantung pada takdir Tuhan. Rezeki, hidup, dan mati bisa terjadi dimana saja dan kapan saja. Mungkin hal inilah yang diyakini oleh orang-orang sepertinya yang tinggal di kolong jembatan. Kepasrahan sepertinya sudah menjadi kewajiban yang harus mereka terima untuk menikmati dan menjalani hidup di sana.
Meskipum pasrah pada nasib namun masih saja terselip kekhawatiran akan keselamatan diri dan keluarga. Takut jembatan rubuh, kata itulah yang spontan keluar dari mulut Bang Darta, manakala ditanyakan hal apa yang paling ditakuti tinggal di kolong jembatan.
***
HAL lain yang tidak kalah mengerikan adalah ketika petugas pengamanan ketertiban datang membersihkan wilayah kolong jembatan. Kemana lagi mereka akan berteduh dari panasnya sengatan matahari dan menghindari tetes air hujan yang bisa turun kapan saja. Selain itu banjir kiriman saat musim hujan datang juga membuat resah hati mereka. Ketika banjir datang biasanya alat-alat perlengkapan yang dianggap penting mereka gantung di tiang-tiang jembatan. 
Meskipun umurnya sudah lebih dari setengah abad namun kulit Bang Drajat masih terlihat kencang. Tangannya masih sigap menyerok sampah-sampah yang lewat di sungai. Hari ini pendapatan sedikit. Sudah setengah hari barang-barang yang dikumpulin belum juga banyak, katanya diselingi suara canda tawa anak-anak yang sedang bermain terjun ke sungai. 
Setiap harinya pendapatan dari mulung dan nyerok tidak menentu. Tetapi biasanya dalam sehari uang Rp20.000 bisa ia genggam. Menurutnya uang sebesar itu tidak cukup untuk biaya kehidupan sehari-hari dan harus pintar memutarnya. Selain itu sebagian uang yang didapat dikirim juga ke kampung.
Kebetulan hari itu istri dari pernikahan keduanya, Surati, 35; datang menjenguk. Istri pertama Bang Drajat meninggal karena penyakit jantung. Dari istri pertamanya lelaki berkumis ini mempunyai tiga anak dan enam cucu yang kesemuanya tinggal di Cirebon, Jawa Barat. 
Seketika matanya memerah dan air-mata mengalir pelan ketika dia menceritakan tentang istri keduanya yang akan pergi ke Arab Saudi untuk menjadi tenaga kerja d isana. Ada keinginan yang besar untuk tidak membiarkan istrinya pergi terlalu jauh. Pengen rasanya istri nggak pergi ke sana tapi mau gimana lagi, keadaan kita juga begini, katanya dengan nada yang sedikit terbata-bata. Bang Drajat sangat mencintai istri dan anak tirinya. Kehilangan istri pertama membuatnya sangat terpukul, namun kini Surati juga akan pergi jauh meninggalkannya untuk waktu yang lama.
***
HAL yang tidak jauh berbeda juga menimpa pria kelahiran 1957 yang tidak ingin disebutkan namanya. Pria kurus ini sudah hampir 20 tahun lebih tinggal di kolong jembatan yang berbeda dengan Dargo dan Darta. Ada sebuah trauma lama yang menghinggapi pikirannya bilamana kehidupan yang dia jalani bersinggungan dengan media. 
Kemarin juga ada TV yang ngeliput kita, tapi abis acaranya diputer nggak lama Tramtib datang, katanya sambil menggendong cucunya.
Sebelum tinggal di kolong jembatan, lelaki kelahiran Purwakarta, Jawa Barat ini pernah ikut program transmigrasi ke Kalimantan Timur dekat perbatasan Malaysia. Nggak sampe enam bulan saya tinggal di sana. Pendapatan sama biaya hidup nggak seimbang, ujarnya.
Semua aktifitas dari mencuci, makan, dan buang hajat mereka lakukan di kolong jembatan. Alas untuk tidur dan bersantai hanya berupa papan yang disambung-sambung dan untuk pembatas masing-masing keluarga dibentangkan kain yang membentuk kotak sebagai sekat.
Karena terbiasa hidup di kolong-pun, Juned, 12; tidak takut lagi bermain ke sana-ke mari di antara tiang-tiang beton. Juned mengaku sudah beberapa kali jatuh ke sungai. Bocah yang putus sekolah sejak Kelas III SD sudah tidak punya ibu, sedangkan bapaknya hanya seorang pemulung.
Bagi warga yang tinggal di kolong jembatan kemudahan fasilitas dan kebijakan negara tidak pernah mereka rasakan. Saat gencar-gencarnya bantuan langsung tunai, mereka tidak pernah terdata. Saat orang larut dalam suasana pesta demokrasi, mereka juga tidak terdata sebagai pemilih. Kita kan sebenarnya punya hak. Kita kan juga orang Indonesia, katanya. 
Harapan warga kolong sangat sederhana, mereka ingin mendapat pekerjaan. Karena dengan bekerja mereka dapat membali makan, membeli pakaian, mengontrak rumah, dan membeli kebutuhan lainnya. Tapi mereka sadar bahwa kesempatan itu belum berpihak kepada mereka. Hidup terus mengalir seperti air sungai yang arusnya tenang, meskipun keruh dan bau. Tapi inilah kehidupan mereka.(pk-21)

Remaja dan pergaulan bebas